INSEKTISIDA DALAM BIDANG PERTANIAN
di SUSUN oleh
MELDAYANTI B.
SAPUTRI
SMP KATOLIK
RANTEPAO
TAHUN AJARAN
2011/2012
~i~
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul PENGENALAN INSEKTISIDA
DALAM BIDANG PERTANIAN.
Dalam makalah
ini kami menjelaskan mengenai perincian tentang INSEKTISIDA secara umum.
Adapuan tujuan kami menulis makalah ini yang utama untuk memenuhi tugas dari
Guru bidang study yang membimbing kami dalam mata pelajaran IPA-KIMIA. Di
sisi lain, kami menulis makalah ini untuk mengetahui lebih rinci mengenai INSEKTISIDA.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, diharapkan
kritik dan saran pembaca demi kesempurnaan makalah kami untuk ke
depannya.Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat
bagi kita semua terutama bagi siswa-siswi yang
mengikuti mata pelajaran IPA-Kimia.
Rantepao ,
Januari 2012
Penyusun
~ii~
DAFTAR ISI
Lembar
Judul/sampul………………………………………………………………………………………………………………….……i
Kata Pengantar……………………………………………………………………………… ……………….…………..………….………ii
..
Daftar Isi……………………………………………………………………………………. ………….………………………..…….………iii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………………….………….………………………....01
B. Tujuan…………………………………………………………... ………......................................................................01
C.
Metode Penulisan………………………………………………………………………………………………………..…..…...…..01
BAB II:PEMBAHASAN
A. Pengertian INSEKTISIDA………………………………………………………………………….………………...………..…….02
B.
Sejarah Penggunaan INSEKTISIDA………………………………………………………………………………..………......04
C. Cara
Kerja INSEKTISIDA………………………………………………………………………………………………..……..…….04
D.
Penggolongan INSEKTISIDA………………………………………………………………………………………..……….…….07
E. INSEKTISIDA
& AKARISIDA yang Berasal dari Alam……………………….……………………………...……..…....08
F. INSEKTISIDA Nabati…………………………………………………………………………………………….……..…...………..08
G. Penggunaan
INSEKTISIDA Organofosfat ……………………………………………………………………..…............12
H.
Contoh beberapa Gambar INSEKTISIDA……….……………………………………………………………..…...……….13
BAB III
: PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………………………………….. ……..…..…….14
B. Saran…………………………………………………………………………………………………………………………..……...…..14
C.
kata-kata Penutup……………………………………………………………………………………………………..……..……..14
DAFTAR PUSTAKA………………………………....……………………………………………………………………...……. .…....15
~iii~
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
penggunaan
insektisida di lingkungan kehutanan khususnya untuk
mengendalikan hama yang menyerang tanaman di persemaian
dan tanaman muda
saat ini masih menimbulkan dilema. Penggunaan insektisida
khususnya insektisida
sintetis/kimia memberikan keuntungan secara
ekonomis, namun dapat
mendatangkan kerugian diantaranya adalah residu yang tertinggal tidak hanya
pada tanaman, tapi juga air, tanah dan udara dan
penggunaan terus-menerus akan
mengakibatkan efek resistensi dari berbagai jenis hama
(Djafaruddin, 2001).
Penggunaan insektisida kimia di Indonesia telah memusnahkan 55% jenis
hama dan 72 % agens
pengendali hayati. Oleh karena itu diperlukan pengganti,
yaitu insektisida yang ramah lingkungan. Satu
alternatif pilihan adalah penggunaan
insektisida hayati
yang berasal dari tumbuhan.
insektisida hayati adalah salah satu
pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan.
Tumbuhan mempunyai
bahan aktif yang berfungsi sebagai alat pertahanan alami
terhadap
pengganggunya. Bahan insektisida yang berasal dari
tumbuhan dijamin aman bagi
lingkungan karena cepat terurai di tanah dan tidak membahayakan hewan,
manusia atau serangga yang bukan sasaran.
B. TUJUAN
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah
pengetahuan tentang INSEKTISIDA dan diharapkan dapat bermanfaat bagi kita
semua.
C. METODE
PENULISAN
Metode yang di pakai dalam karya tulis ini adalah :
1. Metode Pustaka
Yaitu metode yang dilakukan dengan mempelajari dan
mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan INSEKTISIDA, baik berupa
buku maupun informasi di internet.
2. Diskusi
Yaitu mendapatkan data dengan cara bertanya secara
langsung kepada teman kelompok dan teman – teman yang mengetahui tentang
informasi yang berkaitan dengan INSEKTISIDA.
3. Eksperimen
Yaitu percobaan – percobaan yang telah diteliti terlebih
dahulu oleh para ahli, yang di sajikan melalui media-media umum sebelum kami membuat dan menulis makalah rangkaian ini yang menjelaskan tentang INSEKTISIDA.
~01~
BAB II
PEMBAHASAN
A.PENGERTIAN
INSEKTISIDA
Insektisida secara umum adalah senyawa kimia yang digunakan untuk
membunuh serangga pengganggu (hama serangga). Insektisida dapat membunuh
serangga dengan dua mekanisme, yaitu dengan meracuni makanannya (tanaman) dan
dengan langsung meracuni si serangga tersebut. Oleh karena itu, akan dijelaskan
mengenai beberapa hal pokok tentang mekanisme insektisida dalam
mengendalikan serangga.
A.) Menurut cara kerja atau distribusinya
didalam tanaman dibedakan menjadi tiga macam sebagai berikut:
a. Insektisida Sistemik
Insektisida sistemik diserap oleh bagian-bagian tanaman melalui
stomata, meristem akar,lentisel batang dan celah-celah alami. Selanjutnya
insektisida akan melewati sel-sel menuju ke jaringan pengangkut baik xylem
maupun floem. Insektisida akan meninggalkan residunya pada sel-sel yang
telah dilewatinya. Melalui pembuluh angkut inilah insektisida
ditranslokasikan ke bagian-bagian tanaman lainnya baik kearah atas(akropetal)
atau ke bawah (basipetal), termasuk ke tunas yang baru tumbuh. Serangga akan
mati apabila memakan bagian tanaman yang mengandung residu insektisida.
b. Insektisida Non-sistemik
Insektisida non sistemik tidak dapat diserap oleh jaringan
tanaman, tetapi hanya menempel pada bagian luar tanaman. Lamanya residu
insektisida yang menempel pada permukaan tanaman tergantung jenis
bahan aktif (berhubungan dengan presistensinya),teknologi bahan dan
aplikasi. Serangga akan mati
~02~
apabila memakan bagian tanaman yang permukaannya terkena
insektisida. Residu insektisida pada permukaan tanaman akan mudah tercuci oleh
hujan dan siraman, oleh karena itu dalam aplikasinya harus memperhatikan cuaca
dan jadwal penyiraman.
c. Insektisida Sistemik Lokal
Insektisida ini hanya mampu diserap oleh jaringan daun, akan
tetapi tidak dapatditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya (efek
translaminar). Insektisida yang jatuh ke permukaan atas daun akan menembus
epidermis atas kemudian masuk ke jaringan parenkim pada mesofil
(daging daun) dan menyebar ke seluruh mefosil daun (dagingdaun) hingga mampu
masuk kedalam sel pada lapisan epidermis daun bagian bawah(permukaan daun
bagian bawah).
B.) Menurut cara masuknya
insektisida kedalam tubuh serangga dibedakan menjadi 3kelompok sebagai berikut:
a. Racun Lambung (racun perut)
Racun lambung atau perut adalah insektisida yang membunuh serangga
sasaran dengan cara masuk ke pencernaan melalui makanan yang mereka makan.
Insektisida akan masuk ke organ pencernaan serangga dan diserap oleh
dinding usus kemudian ditranslokasikanke tempat sasaran yang mematikan
sesuai dengan jenis bahan aktif insektisida. Misalkan menuju ke pusat
syaraf serangga, menuju ke organ-organ respirasi, meracuni sel-sellambung
dan sebagainya. Oleh karena itu, serangga harus memakan tanaman yang sudah disemprot
insektisida yang mengandung residu dalam jumlah yang cukup
untuk membunuh.
b. Racun Kontak Racun
kontak adalah insektisida yang masuk kedalam
tubuh serangga melalui kulit,celah/lubang alami pada tubuh (trachea) atau
langsung mengenai mulut si serangga.Serangga akan mati apabila bersinggungan
langsung (kontak) dengan insektisida tersebut.Kebanyakan racun kontak juga
berperan sebagai racun perut.
c. Racun Pernafasan
Racun pernafasan adalah insektisida yang masuk melalui trachea
serangga dalam bentuk partikel mikro yang melayang di
udara. Serangga akan mati bila menghirup partikel mikro insektisida dalam
jumlah yang cukup. Kebanyakan racun pernafasan berupa gas,asap, maupun uap dari
insektisida cair.Sifat-sifat atau cara kerja insektisida tersebut mempunyai
spesifikasi terhadap cara aplikasinya :
1.Untuk mengendalikan hama yang berada didalam jaringan tanaman
(misalnya hama penggerek batang, penggorok daun) penanganannya dilakukan
dengan insektisida sistemik atau sistemik local, sehingga residu insektisida
akan ditranslokasikan ke jaringan di dalam tanaman. Akibatnya hama yang memakan
jaringan didalam tanaman akan matikeracunan. Hama yang berada didalam tanaman
tidak
sesuai
bila dikendalikan dengan aplikasi penyemprotan insektisida kontak, karena hama
didalam
Jaringan tanaman
tidak akan bersentuhan (kontak) langsung dengan insektisida.
~03~
2. Untuk mengendalikan
hama-hama yang mobilitasnya tinggi (belalang, kutu gajah dll), penggunaan
insektisida kontak murni akan kurang efektif, karena saat
penyemprotan berlangsung, banyak hama tersebut yang terbang atau tidak
berada di tempat penyemprotan. Namun, selang beberapa hari setelah penyemprotan,
hama tersebut dapat kembali lagi. Pengendalian paling tepat yaitu dengan
menggunakan insektisida yang memiliki sifat kontak maupun sistemik dengan
efek residual yang agak lama. Dengan demikian apabila hama
tersebut kembali untuk memakan daun, maka mereka akan mati keracunan.
B. SEJARAH
PENGGUNAAN INSEKTISIDA
Para pekerja kebun diketahui
telah menggunakan sabun untuk mengontrol pertumbuhan hama serangga sejak awal
tahun 1800an. Di awal abad ke 19, sabun yang terbuat dari
minyak ikan paling banyak digunakan. Cara-cara tersebut cukup efektif, meski
harus diberikan berkali-kali dan kadang justru mematikan tanaman. Belakangan
diketahui juga adanya penggunaan campuran bawang putih, bawang merah, dan lada
atau berbagai jenis makanan lainnya, namun tidak cukup efektif membunuh
serangga.
Penggunaan insektisida sintetik
pertama dimulai di tahun 1930an dan mulai meluas setelah berakhirnya
Perang Dunia II. Pada tahun 1945 hingga
1965, insektisida golongan
organoklorin dipakai
secara luas baik untuk pertanian maupun kehutanan. Salah satu produk yang
paling terkenal adalah insektisida
DDT yang
dikomersialkan sejak tahun 1946. Selanjutnya mulai bermunculan golongan
insektisida sintetik lain seperti organofosfat, karbamat, dan pirethroid di
tahun 1970an.
Sejak tahun 1995, tanaman transgenik yang membawa gen
resistensi terhadap serangga mulai digunakan.
C. CARA KERJA INSEKTISIDA
Kita telah mengetahui bahwa insektisida adalah bahan racun
yang mematikan serangga, tetapi bagaimana proses insektisida mematikan serangga
masih tanda tanya. Umumnya informasi tentang insektisda untuk pengguna (petani)
adalah tentang efikasi, cara penggunaan dan keamanannya. Proses bagaimana
insektisida meracun dan mematikan serangga (mode of action) hanya disebut
secara garis besar seperti racun kontak, racun perut, atau racun pernafasan.
Informasi demikian sudah cukup.
Untuk mengetahui proses mode of action suatu insektisida
diperlukan penelitian yang banyak memerlukan tenaga, waktu, keahlian dan
fasilitas yang memadahi. Oleh karena itu tidak semua insektisida yang beredar
diketahui informasi mode of action nya secara detail, belum lagi
senyawa-senyawa insektisida baru yang terus ditemukan. Barangkali tidak semua
penemu bahan aktif insektisida selalu mengadakan penelitian mode of action nya
terhadap serangga.
Disamping itu untuk memahami mode of action suatu
insektisida cukup sulit, karena diperlukan pengetahuan dasar lain terutama
anatomi dan fisiologi serangga. Oleh karena itu pula informasi suatu
insektisida tidak selalu menyertakan informasi mode of action nya secara
detail. Informasi demikian hanya bermanfaat untuk kalangan tertentu. Saat ini,
dari hasil penelitian yang ada, paling tidak telah diketahui secara garis besar
ada lima macam mode of action insektisida, yang telah
diketahui.yaitu:
~04~
1. Insektisida yang mempengaruhi sistem syaraf.
Kebanyakan insektisida seperti organofosfor, karbamat dan piretroid
sintetik dan lainnya bekerja dengan mengganggu sistem syaraf. Untuk dapat lebih
memahami cara kerja racun saraf berikut diuraikan sedikit tentang sistem saraf.
Sistem saraf adalah suatu organ yang digunakan untuk merespon rangsangan baik
dari luar maupun dari dalamsehingga serangga dapat hidup dan berkembang. Sistem
saraf terdiri dari banyak sel saraf (neuron) yang saling berhubungan yang
menyebar ke seluruh tubuh. Secara tipikal bentuk neuron di salah satu ujungnya
berupa semacam serabut yang disebut dendrit dan diujung lain memanjang dan
ujungnya bercabang-cabang disebut akson. Antar neuron berhubungan melalui
aksonnya. Titik dimana dua neuron berhubungan disebut sinap. Ujung akson yang
berhubungan neuron lainnya disebut pre sinap sedangkan bagian dari neuron yang
berhubungan dengan presinap disebut postsinap. Impul saraf berjalan dari satu
neuron ke neuron berikutnya sepanjang akson melalui sinap. Di daerah sinap
impul saraf diteruskan oleh neurotransmitter yang banyak jenisnya. Berjalannya
impul saraf merupakan proses yang sangat kompleks. Prosses ini dipengaruhi oleh
keseimbangan ion-ion K+, Na+, CA++, Cl-, berbagai macam protein, enzim,
neurotransmitter, dan lain-lainnya yang saling mempengaruhi. Gangguan pada
salah satu faktor mengakibatkan impul saraf tidak dapat berjalan secara normal.
Sehingga serangga tidak mampu merespon rangsangan.
Insektisida organofosfor dan karbamat mengikat enzim
asetilkolinesterase yang berfungsi menghidrolisis asetilkolin. Dalam keadaan
normal asetilkolin berfungsi menghantar impul saraf, setelah itu segera
mengalami hidrolisis dengan bantuan enzim asetilkolinesterase menjadi kolin dan
asam asetat. Dengan terikatnya enzim asetilkolinesterase terjadi penumpukan
asetilkolin, akibatnya impul saraf akan terstimulasi secara terus menerus
menerus menyebabkan gejala tremor/gemetar dan gerakan tidak terkendali.
Piretroid
sintetik adalah sintetik kimia yang menyerupai piretrin. Mulanya, insektisida
pyretrin diperoleh dari ekstrak bunga tanaman Chrysanthemum sp (Compositae), namun
sekarang manusia telah mampu membuat sintetiknya. Piretrin memiliki knock down
yang cepat namun tidak stabil, mudah mengalami degradasi. Sebaliknya, sintetik
piretroid memiliki sifat lebih stabil. Sintetik piretroid juga bekerja
mengganggu sistem syaraf dengan mengikat protein “voltage-gated sodium channel”
yang mengatur denyut impul syaraf. Efeknya sama seperti yang disebabkan oleh
organofosfor dan karbamat, impul saraf akan mengalami stimulasi secara terus
menerus dan mengakibatkan serangga menunjukkan gejala tremor/gemetar, gerakan
tak terkendali.
Imidacloprid,
insektisida golongan kloronikotinil juga insektisida yang bekerja mengganggu
sistem saraf. Didalam sistem saraf, imidacloprid memiliki sifat menyerupai
fungsi asetilkolin. Seperti telah diterangkan di atas bahwa setelah asetilkolin
meneruskan impul saraf pada reseptor akan segera terhidrolisa. Imidacloprid
akan menempati reseptor asetilkolin dan tetap terikat pada reseptor. Efek
selanjutnya mirip dengan organofosfor atau karbamat.
Avermektin, demikian juga abamektin juga bekerja sebagai racun
saraf. Avermektin adalah insektisida antibiotik yang berasal dari suatu jamur,
secara kimia digolongkan dalam makrolakton. Avermektin mengikat suatu
protein dalam sel saraf yang yaitu gamma amino butyric acid (GABA)-gated
chloride channel. Protein ini berfungsi mengatur impul saraf. Avermektin
menghambat fungsi protein ini, akibatnya saraf akan mengalami overeksitasi.
Gejala yang ditunjukkan tremor dan gerakan tak terkendali. Demikian juga
fipronil, insektisida dari golongan phenylpyrazole menunjukkan efek yang mirip
menghambat fungsi GABA-gated chloride channel.
~05~
Dari uraian di atas
menunjukkan bahwa sebagian besar insektisida walaupun memiliki struktur kimia
yang berbeda, namun efeknya sama mengganggu sistem saraf jasad sasaran.
2. Insektisida yang
menghambat produksi enegi
Dibandingkan dengan insetisida yang bekerja mengganggu
racun saraf, insektisida golongan ini dapat dikatakan sangat sedikit. Namun
demikian tidak menutup kemungkinan akan berkembang pada masa datang.
Insektisida jenis ini yang telah beredar di Indonesia adalah dengan merek
dagang Amdro.
Mekanisme kerja insektisida ini mengganggu proses
respirasi, suatu proses yang menghasilkan energi untuk proses metabolisme.
Respirasi adalah suatu proses pemecahan gula atau senyawa lain yang
menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk proses pertumbuhan. Proses
respirasi adalah proses yang kompleks, yang melibatkan banyak reaksi yang
memerlukan enzim. Gangguan-gangguan dalam setiap tahap reaksi ini akan
menggaggu perolehan energi yang diperlukan yang akhirnya menghambat pertumbuhan
dan jasad akan mati di atas kakinya sendiri karena kehabisan tenaga untuk
tumbuh dan berkembang.
3. Insektisida yang
mempengaruhi pertumbuhan serangga hama (IGR, Insect Growth Regulator)
Insektisida ini dibagi
menjadi dua yaitu yang mempengaruhi sistem endokrin dan yang menghambat
sintesis kitin.
Pertumbuhan serangga pada fase muda (larva), dikendalikan
oleh hormon juvenile (juvenile hormon) yang diproduksi di otak. Hormon juvenil
mengatur kapan fase larva berakhir kemudian dilanjutkan dengan molting kemudian
menjadi dewasa. Insektisida berbahan aktin hydroprene, methoprene, pyriproxypen
dan fenoxycarb bekerja menyerupai hormon juvenil, menyebabkan larva terganggu
pertumbuhannya, tetap dalam fase muda, tidak dapat bekepompong dan akhirnya
mati.
yang menghambat
pembentukan kitin adalah dari golongan benzoylurea seperti lufenuron (Program),
diflubenzuron (Dimilin), teflubenzuron (Nomolt) dan hexaflumuron (Sentricon).
Kitin adalah komponen utama eksoskeleton serangga. Tergangguna proses
pembentukan kitin larva tidak dapat melanjutkan pertumbuhannya secara normal
dan akhirnya mati.
4. Insektisida yang
mempengaruhi keseimbangan air tubuh.
Tubuh
serangga dilapisi oleh zat lilin/minyak untuk mencegah hilangnya air dari
tubuhnya. Diatom, silica aerogels dan asam borat adalah bahan yang dapat
menyerap lilin/lemak, sehingga lapisan lilin akan hilang, serangga akan banyak
kehilangan air dan mengalami desikasi dan akhirnya mati.
5. Insektisida yang
merusak jaringan pencernaan serangga
Insektisida golongan ini adalah yang berbahan aktif
mikroorganisme Baccilus thuringiensis (Bti). Bti membentuk endotoksin yang bila
masuk ke dalam pencernaan serangga (larva dari golongan lepidoptera) yang
bersifat asam akan terlarut dan merusak sel-sel jaringan pencernaan dan
menyebabkan kematian.
Secara ringkas insektisida dapat didifinisikan semua
bahan yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama dari golongan serangga. Ada
banyak sekali jenis dan merek insektisida yang beredar di pasaran. Untuk
mempermudah mengenal insektisida, insektisida digolongkan menurut
kriteria/batasan tertentu.
~06~
D. PENGGOLONGAN INSEKTISIDA
- Pembagian menurut cara kerjanya
- Insektisida kontak
- Insektisida racun perut
- Insektisida racun pernafasan
- Insektisida sistemik
- Pembagian menurut asal bahan yang digunakan :
- Insektisida kimia sintetik, insektisida yang banyak kita kenal
seperti organofosfor, karbamat, piretroid sintetik.
- Insektisida botani (berasal dari ekstrak tumbuhan)
- Ekstrak sejenis bunga krisan (Chrisanthemum
sp-Compositae/Asteraceae) (piretrin). Dalam kemajuannya insektisida ini
telah dibuat secara sintetik dan disebut sintetik piretroid (permetrin,
sipermetrin , sihalotrin dll)
- Ekstrak biji nimba (azadirahtin- Nimbo 0,6 AS)
- Ekstrak akar tuba (rotenon- Biocin 2 AS)
- Insektisida dari mikroorganisme
- Beauveria bassiana (Bevaria P, Bassiria AS)
- Bacllus thuringigiensis (Bactospeine WP, Thuricide HP, Turex WP).
- Pembagian yang umum, yang banyak digunakan adalah berdasar batasan
golongan kimia dan cara kerja yang khas yaitu :
- Anorganik (tembaga arsenat, boraks, merkuri klorida)
- Organochlorine (DDT, aldrin, dieldrin, endosulfan)
- Organofosfor (organophosphorus)
- Organophosphate (dicrotophos, monocrotophos, naled)
- Organothiophosphate (phenthoate, dimethoate, omethoate, poksim,
chlorpyrifos, diazinon, fenitrothion, profenofos, trichlorfon dll)
- Phosphoramidate (fenamiphos, mephosfolan, phosfolan)
- Phosphoramidothioate (acephat, isofenphos, methamidophos)
- Phosphorodiamide (dimefox, mazidox)
- Karbamat (carbamate) (carbaryl, bendiocarb)
- Benzofuranyl methylcarbamate (carbofuran, carbosulfan,
benfuracarb)
- Dimethylcarbamate (dimetan, dimetilan, pirimicarb)
- Oxime carbamate (methomyl, oxamyl, thiodicarb)
- Phenyl methylcarbamate (fenobucarb, isoprocarb, propoxur)
- Pyrethroid
- Pyrethroid ester (allethrin, cyfluthrin,
cyhalothrin,cypermethrin, deltamethrin, fenpropathrin, fenvalerate,
fluvalinate, transfluthrin dll)
- Pyrethroid ether (etofenprox, flufenprox)
- IGR (insect growth regulator)
- Chitin synthesis inhibitor (menghambat sintesis
chitin (buprofezin, cyromazin, diflubenzuron, luvenuron)
~07~
- Moulting hormones agonist (menghambat pembentukan kepongpong)
(halofenozide, tebufenozide, a-ecdysone).
- Juvenile hormone mimic(mengganggu secara hormonal serangga tetap
dalam fase larva (fenoxycarb, hydroprene, methoprene).
- Dinitrophenol (dinex, dinoprop, DNOC)
- Flourine (barium hexafluorosilicate, sodium hexafluorosilicate)
- Formamidine (amitraz, chlordimeform)
- Nereistoxin analog (cartap, bensultap, thiosultap)
- Nicotinoid (imidacloprid, acetamiprid, thiametoxam)
- Pyrazol (fipronil)
- Insektisida botani (lihat butir 2.b)
- Insektisida antibiotik (abamectin, ivermectin, spinosad)
- Insektisida fumigant (chloropicrin, ethylene dibromide, phosphine)
E. INSEKTISIDA DAN
AKARISIDA YANG BERASAL DARI ALAM
Yang dimaksud dengan insektisida dan
akarsida alami adalah semua bahan aktif insektisida dan akarisida yang diambil
dari alam, bukan merupakan hasil sintesa di laboratorium. Ketika insektisida
alami diproduksi secara komersial, peranan industri terbatas pada riset dan
pengembangan, pemurnian bahan aktif dan formulasi, sehingga senyawa tersebut
dapat digunakan secara praktis di lapangan.
Dalam artikel ini kami membagi insektisida alami kedalam beberapa kategori
sebagai berikut:
- Insektisida nabati (insektisida botani), yakni bahan aktif insektisida yang diekstrak dari
tumbuhan, seperti azadiraktin, nikotin, rotenon, dan seterusnya.
- Insektisida mikrobiologi (insektisida biologi), adalah mikroorganisme seperti jamur, virus, nematoda, dan
sebagainya, yang umumnya menyebabkan penyakit pada serangga hama tertentu.
- Insektisida alami yang bukan termasuk ke dalam kategori 1, 2 dan 4. Contoh dari kategori ini adalah tanah diatomeae, bubuk karbon,
dan sebagainya.
- Insektisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme, seperti antibiotika, makrolida, dan sebagainya. Alasan mengapa
kelompok antibiotika dan/atau makrolida kami masukkan ke dalam kelompok
insektisida alami adalah kenyataan bahwa senyawa kimia ini tidak
dibuat/disintesa di laboratorium, tetapi dihasilkan secara alami dari
fermentasi mikrobiologi.
F. INSEKTISIDA NABATI
Sejak lama diketahui bahwa beberapa
ekstrak tumbuhan bersifat racun bagi serangga tertentu. Penggunaan ekstrak
tumbuhan sebagai insektisida telah diketahui sejak abad 18, di antaranya daun
tembakau (1763), bubuk piretrum dari bunga Chrysantemum (1840), dan akar tuba
(Derris eliptica).
Berikut adalah beberapa insektisida nabati yang telah dapat dimurnikan bahan
aktifnya, dan diproduksi secara komersial, meskipun banyak di antaranya yang
belum dipasarkan di Indonesia.
~08~
Berikut adalah beberapa contoh insektisida nabati :
1.Asitrat (citric acid)
Asam sitrat diekstraksi dari buah
jeruk, digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan berbagai jenis
serangga, seperti semut, aphids, kumbang, ulat, wereng daun, kutu dompolan,
tungau dan kutu kebul, pada tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.
2.Azadiraktin (azadirachtin)
Ekstrak
biji mimba (Azadirachta indica) sejak lama diketahui mempunyai efek
insektisida. Azadiraktin (AZA) adalah senyawa kimia utama dari ekstraksi atas
biji-biji mimba (neem). Disamping azadiraktin, ekstrak biji mimba juga
mengandung senyawa limonoid lainnya, seperti nimbolid, nimbin dan salanin.
Ekstrak biji mimba, atau “neememulsion” mengandung 25% (berat/berat)
azadiraktin, 30 50% senyawa limonoid lainnya, 25% asam lemak dan 7% ester
gliserol.
Azadiraktin
bekerja sebagai antagonis ecdyson (ecdyson adalah hormon yang bertanggung-jawab
atas proses pergantian kulit serangga), sehingga ecdyson tidak bekerja dengan
baik dan serangga hama yang terpapar akan tergganggu proses ganti kulitnya,
sehinnga mati. Oleh karena itu azadiraktin dapat diklasifikasikan sebagai
penghambat pertumbuhan serangga (insect growth regulator : IGR) .
Azadiraktin
digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari genus-genus yang
berbeda. Efektif untuk mengendalikan kutu kebul (Bemisia spp.), thrips, pengorok
daun, aphids, larva Lepidoptera (ulat), kutu sisik, kumbang dan kutu dompolan,
pada sayuran (tomat, kubis, kentang), kapas, teh, tembakau, kopi, dan tanaman
hias.
LD50
(tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Tidak menyebabkan iritasi
pada kulit, tapi sedikit pada mata (kelinci). Klasifikasi toksisitas EPA
(formulasi) kelas IV.
Azadiraktin dipasarkan di Indonesia
dengan nama-nama dagang Natural 9 WSC, Nimbo 0,6 AS dan Nospoil 8 EC, dan
didaftarkan (dalam hal ini Nimbo) untuk mengendalikan kutu daun Myzus persicae
dan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai (Anonim, 2006).
3.Azadiraktin-dihidro (dihydroazadirachtin)
Insektisida
dihidroazadiraktin (DAZA) adalah bentuk terreduksi dari azadiraktin alami.
Sifat-sifatnya mirip dengan azadiraktin, demikian halnya dengan cara kerja
(mode of action) dan hama sasarannya.
LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb.
4.Ekstrak bawang putih
Digunakan
sebagai pengusir serangga (insect repellent) dan harus digunakan sebelum ada
serangan serangga hama. Mungkin senyawa mengandung sulfur yang terdapat dalam
ekstrak bawang putihlah yang bertanggung-jawab atas efek repellent-nya.
Beberapa produk berisi ekstrak bawang
putih telah diproduksi secara komersial. Dalam penggunaannya dicampur dengan
horticultural oil atau minyak ikan, diencerkan sesuai dengan rekomendasi
produsennya, dan disemprotkan dengan volume tinggi pada tanaman yang
dilindungi. Waktu aplikasikan sebaiknya menjelang sore, dan diulangi setiap 10
hari.
~09~
Ekstrak
bawang putih mungkin juga mengusir serangga penyerbuk. Karena itu jangan
digunakan saat tanaman berbunga, apabila kehadiran serangga penyerbuk penting
bagi produksi tanamannya. Ekstrak bawang putih praktis tidak berbahaya (dalam
takaran normal). Ekstrak bawang putih juga dimanfaatkan sebagai suplemen
makanan dan dalam masak-memasak.
5.Eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol)
Eugenol
(minyak cengkih) diekstrak dari berbagai jenis tanaman, termasuk cengkih,
bersifat sebagai insektisida. Cengkih mengandung antara 14-20% minyak
cengkih.
Digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk kutu
tanaman (aphids), ulat grayak, kumbang, ulat tanah, belalang, tungau, dsb.,
pada tanaman sayuran dan buah-buahan.
6.Kapsaisin (Capsaicin)
Kapsaisin
adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman Solanaceae dari genus Capsicum
(berbagai macam cabai), dan merupakan senyawa kimia yang bertanggung-jawab atas
rasa pedas pada cabai.
Senyawa ini merupakan pengusir
serangga dan tungau, serta mempunyai efek sebagai insektisida. Juga dikatakan
dapat mengurangi transpirasi tumbuhan. Produk komersial dengan nama
dagang Armorex mengandung campuran ekstrak cabai (kapsaisin) dengan mustard oil
(allyl isothiocyanate) digunakan dengan cara dikocorkan (soil drench) sebelum
tanam, dan dapat mengendalikan berbagai jenis cendawan tular tanah (termasuk
Pythium, Rhizoctonia, Phytophthora, Pyrenochaeta, Sclerotium, Armillaria dan
Plasmodiophora), serangga tanah seperti ulat potong (Agrotis), lundi (uret,
larva kumbang), molluska, nematoda (Tylenchus, Pratylenchus, Xiphinema, dsb.),
serta sejumlah gulma.
Kapsaisin dikatakan dapat mengganggu metabolisme serangga dan bekerja pada
susunan syaraf sentral serangga.
7.Karanjin
Insektisida
dan akarisida karanjin diekstrak dari biji tumbuhan Derris indica (Pongamia
pinnata). Bentuk WP didapat dengan menggiling biji hingga menjadi tepung.
Digunakan untuk mengendalikan tungau, kutu sisik, serangga pengunyah dan
penusuk-pengisap, serta beberapa jenis jamur. Terutama efektif untuk
mengendalikan kutu kebul (whiteefly) thrips, pengorok daun, aphids, ulat, kutu
sisik dan kutu dompolan pada berbagai jenis tanaman termasuk sayuran, kapas,
teh, tembakau, dan tanaman hias.
Karanjin
bekerja dengan berbagai macam cara. Karanjin adalah penghalau serangga (insect
repellent), antifeedant (menghilangkan nafsu makan serangga), menekan kegiatan
hormon ecdyson (hormon yang mengatur pergantian kulit serangga), karenanya
bertindak sebagai insect growth regulator (IGR). Dikatakan pula bahwa karanjin
mampu menghambat sitokrom P450 pada serangga dan tungau yang peka. Digunakan
dengan cara disemprotkan.
Tidak ada bukti adanya efek alergi dan efek negatif lainnya, baik pada
produsen, formulator maupun pengguna.
~10~
8.Minyak kanola (canola oil)
Minyak
kanola diekstrak dari biji kanola (iolseed rape plants, Brassica napus dan
Brassica
campestris). Efektif untuk mengendalikan, dengan cara
mengusir (insect repellent) berbagai jenis serangga hama pada berbagai jenis
tanaman, termasuk sayuran, tanaman hias, buah-buahan, jagung, bit gula,
kedelai, dan sebagainya. Digunakan dengan cara disemprotkan atau dialirkan
lewat saluran irigasi.
9.Nikotin
Nikotin
adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum,
N. glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae,
Crassulaceae, Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama
digunakan sebagai insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada N. tabacum dan
N. rustica adalah 2% hingga 6% berat kering. Dahulu nikotin diproduksi dalam
bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini dibuat dan dijual dalam bentuk
nikotin teknis atau nikotin sulfat.
Nikotin adalag racun non-sistemik, terutama aktif
dalam fase uapnya, tetapi juga memiliki sedikit efek sebagai racun kontak dan
racun perut. Bekerja pada syaraf serangga dengan memblok reseptor (penerima)
kholinergik asetilkholin. Merupakan insektisida yang sangat toksik, berspektrum
sangat luas, digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama,
termasuk aphids, thrips dan kutu kebul; pada berbagai tanaman.
LD50
oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah
diabsorbsi oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit.
Merupakan racun inhalasi yang sangat toksik.
Klasifikasi toksisitas
WHO (bahan aktif) kelas Ib, dan EPA (formulasi) kelas I.
10.Piretrum
Bubuk
piretrum, yakni tepung yang diperoleh dari bunga semacam krisan, telah
digunakan sebagai insektisida di berbagai belahan bumi sejak jaman purba.
Tanaman ini mungkin berasal dari Cina, yang selanjutnya menyebar ke barat lewat
jalur sutera ke Persia pada abad pertengahan. Bubuk piretrum kemudian dikenal
pula sebagai Persian Insect Powder. Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pesisir
laut Adriatik di Dalmatia (bagian dari Kroasia).
Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan semacam krisan,
yakni Chrysantemum cinerariaefolium (Pyrethrum cinerariaefolium, Tanacetum
cinereriaefolium). Ekstrak ini selanjutnya dimurnikan menggunakan
metanol.
Ekstrak piretrum terdiri atas 3 kelompok senyawa, yang keseluruhannya terdiri
atas 6 senyawa bioaktif yakni piretrin (piretrin I dan II), jasmolin (jasmolin
I dan II) dan sinerin (sinerin I dan II).
11.Rotenon
Rotenon
merupakan senyawa kimia bersifat insektisida yang diekstrak dari tanaman akar
tuba (Derris eliptica & Derris maccensis), Lonchocarpus sp., dan Tephrosia
sp. Sejak lama perasan akar tuba digunakan untuk meracuni ikan.
~11~
Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga
hama, termasuk aphids, thrips, tungau, semut merah, dan sebagainya. Bila
diaplikasikan ke air mampu mengendalikan larva nyamuk. Juga digunakan untuk
mengendalikan ekto-parasit ternak (bidang peternakan) dan di bidang perikanan
digunakan untuk mengendalikan ikan buas. Di bidang pertanian digunakan pada
tanaman hias dan sayuran.
Rotenon
bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga sasaran
(pada lokasi I). Bersifat non-sistemik, racun kontak dan racun lambung.
LD50
oral (tikus putih) 132-1500 mg/kg, mencit putih 350 mg/kg. LD50 dermal
(kelinci) >5000 mg/kg bb. Kelas toksisitas WHO (bahan aktif) kelas II, EPA
(formulasi) kelas I dan III. Perkiraan dosis mematikan untuk manusia antara
300-500 mg/kg. Sangat beracun bila terhisap dibandingkan dengan bila termakan.
Rotenon beracun bagi ikan, dan sangat beracun bagi babi.
12.Ryania
Ryania
diekstrak dari tumbuhan Ryania speciosa, dan digunakan sebagai insektisida
untuk mengendalikan serangga Cydia pomonella, penggerek batang jagung Ostrinia
nubilalis serta thrips pada jeruk. LD50 oral (tikus) 1200 mg/kg bb.
13.Sabadila
Sabadila
diekstrak dari biji Schoenocaulon officinale dan mengandung bahan aktif
veratrin yang merupakan campuran 2 : 1 dari sevadin, veratridin dan komponen
minor lainnya. Sabadila merupakan insektisida kontak dan selektif untuk untuk
mengendalikan thrips pada jeruk dan advokat.
14.Sitronela
Sitronela
diakstrak dari tanaman sereh wangi, dan telah digunakan sebagai pengusir
(insect repellent) nyamuk, dsb., sejak tahun 1901. Selain mengandung sitronela, ektrak tanaman ini juga
mengandung senyawa-senyawa minor lainnya, seperti alpha-sitronela, sitronelol
dan alpha-sitronelol.
G. PENGGUNAAN INSEKTISIDA ORGANOFOSFAT
Penggunaan insektisida organofosfat di bidang pertanian
maupun non pertanian adalah sebuah upaya untuk mengontrol hama, namun apabila
penggunaannya tidak benar maka akan masuk dan mengkontaminasi lingkungan.
Tujuan dari percobaan ini untuk mengetahui konsentrasi uji toksisitas akut
insektisida klorpirifos dan profenofos pada alga hijau (Chlorella sp) yang
mengakibatkan terjadinya IC-50 (Inhibited Concentration 50%) terhadap laju
pertumbuhannya. Chlorella sp yang diujikan dikulturkan di laboratorium dalam
media Bold Basal Medium dan memiliki pH 6,6. Pencahayaannya menggunakan lampu
neon 30 watt dengan jarak 65 cm kontinyu selama 24 jam. Toksisitas klorpirifos
dan profenofos terhadap Chlorella sp ini dievaluasi dengan sistem bioassay.
Pada pengujian uji toksisitas dari tiap-tiap insektisida terdapat 5 variasi
konsentrasi uji dan dibuat 3 seri (triplo) dari tiap variasi konsentrasi dan
kontrol untuk mendapatkan hasil percobaan yang lebih akurat dengan durasi
selama 96 jam. Dari penelitian diperoleh data bahwa konsentrasi yang menyebabkan
IC-50 klorpirifos adalah sebesar 0,068 mg/L, sedangkan konsentrasi yang
menyebabkan IC-50 pada profenofos adalah 0,244 mg/L.
~12~
H. CONTOH GAMBAR INSEKTISIDA
~13~
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
Dari rincian di atas maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut yaitu:
1.
Dari hasil penelitian para Ahli,
seperti yang telah kita ketahui dijelaskan bahwa sebaiknya kita menggunakan INSEKTISIDA hayati yang berasal
dari tumbuh-tumbuhan agar tidak merusak
lingkungan.
2.
Pada uji toksisitas akut insektisida
klorpirifos diperoleh konsentrasi yang
menyebabkan
IC50 (Inhibited Concentration 50%)
adalah sebesar 0,068 mg/L.
Sedangkan
konsentrasi yang menyebabkan IC50 pada profenofos adalah 0,244
mg/L.
3.
Kategori sifat toksik dari kedua insektisida
tersebut adalah sangat toksik karena
menyebabkan IC50
pada konsentrasi zat dibawah 0,5 mg/L.
4.
Insektisida klorpirifos lebih toksik jika dibandingkan dengan insektisida
profenofos dalam
menginhibisi laju pertumbuhan chlorella sp.
B.SARAN
Setelah dilakukan kajian pada hasil
penelitian, berikut ini beberapa saran untuk mengembangkan penelitian ini
secara lebih lanjut di masa yang akan datang :
1. Perlu adanya penelitian yang sejenis dengan
menggunakan insektisida
organopospat
lainnya.
2. Perlu adanya penelitian dengan menggunakan
campuran insektisida jenis lainnya
karena
di lingkungan tertentu terdapat bermacam-macam campuran insektisida.
C. KATA-KATA
PENUTUP
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai INSEKTISIDA yang
menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
kami
banyak berharap bahwa para pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada kami demi kesempurnaan pembuatan makalah berikutnya. Semoga
makalah ini berguna bagi para pembaca khususnya bagi kami penulis makalah ini.
Akhir kata kami
ucapkan banyak TERIMA KASIH.
DAFTAR PUSTAKA
- Anonim (2006): Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Depatemen
Pertanian Republik Indonesia.
- Anonim: Bacillus thuringiensis.
Wilkipedia http;//www.wilkimediafoundation. org/
- Baehaki, Dr. Ir. SE (1993): Insektisida Pengendalian Hama Tanaman.
Angkasa, Bandung.
- Beattle, GAC; O. Nicetic, AS. Kalianpur dan Z. Hossain (2004):
Managing Resistance with Horticultural Mineral Oils. Some Example from
Different Crop. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Management
Resistensi Pestisida dalam Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu. UGM,
Yogyakarta, 24-25 Februari 2004.
- Copping, LG (editor, 2004): The Manual of Biocontrol Agents. BCPC
- Extoxnet (1996): Abamectin. Extesion Toxicology Network.http://npic.orst.edu/
- Fisher, Hans-Peter, et al (1922): New Agrochemicals Based on
Microbial Metabolites: New Biopesticides. Proceeding of the ’92
Agricultural Biotechnology Symposium on Biopesticides, Korea, September
1992
- Flint, Mary Louis dan Robert Bosch (1991): Pengendalian Hama
Terpadu, Sebuah Pengantar. Edisi terjemahan Indonesia, Kanisius,
Yogyakarta.
- Habazar, Prof. Dr. Ir. Trimurti, dan Dr. Ir. Yaherwandi Msi (2006):
Pengendalian Hayati Hama dan Penyakit Tumbuhan. Andalas University Press,
Padang.
- Luthy, P (1993): Tailor-Made Insect Control with Bacillus
thuringiensis. Insect Control No. 20, May 1993.
- Novizan, Ir. (2002): Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah
Lingkungan. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
- NPTN: Bacillus thuringiensis, General Fact Sheet. National
Pesticide Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/
- NPTN: Pyrethrin & Pyrethroid. National Pesticide
Telecommunications Network. http://nptn.orst.edu/
- Pitterna, Thomas (1997): Macrolides as Pest Control Agents:
Avermectin and Milbemycins. Insecticide Newsletter No. 3, December 1997
- Shepard, B.M.; dkk (1987): Friends of Rice Farmer. Helpful Insects,
Spiders, and Pathogen. International Rice Research Institute. Los Banos,
Laguna, the Philippines.
- Singleton, Paul; dan Diana Sainsbury (19981): Dictionary of
Microbiology. John Wiley & Sons.
- Tomlin, CDS (editor, 2001): The Pesticide Manual. BCPC
- Wood, Alan (1995-2007): Compendium of Pesticide Common Name:
Insecticides. http://www.alanwood.net.
~15~